WahanaNews-Tapteng | Naiknya harga kedelai impor di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir ini sangat memberatkan pelaku usaha pembuatan tahu dan tempe. Bahkan, tak terkendalinya harga sekarang membuat para perajin terancam gulung tikar alias bangkrut.
R.Br Lubis (60), pemilik usaha pembuatan tahu di Lingkungan 7 Sidodadi Kelurahan Pinangsori, Kecamatan Pinangsori, Kabupaten Tapanuli Tengah merasa sudah jatuh tertimpa tangga. Bagaimana tidak, sebelumnya usahanya sudah morat-marit dihantam badai pandemi Covid-19, dan sekarang dihadapkan dengan pertahankan pahit, melejitnya harga kedelai impor.
Baca Juga:
Ternyata Harga Asli BBM Pertalite Bukan Rp10.000 per Liter
"Mulai terasa tidak wajar itu dua bulan lalu di mana harga kedelai Rp9.000 per kilogram, lalu naik Rp10.000 per kilogram. Dari situ kok terus naik jadi Rp10.500, ke angka Rp11.800, dan sekarang Rp12.000 per kilogram. Ini sangat berat bagi kami usaha kecil ini," kata Boru Lubis , Kamis (3/08/2023).
Ia mencontohkan ketika dulu dalam keadaan normal harga kedelai sekitar Rp6.000 -an, tapi sekarang dikabarkan malah ada yang telah mencapai Rp13.000 per kilogram. Dalam hitungan mundur belasan atau puluhan tahun lalu sebenarnya perajin lebih senang menggunakan kedelai lokal karena rasanya lebih gurih dibanding kedelai impor.
"Sebenarnya lebih suka kedelai lokal karena rasanya lebih enak, dulu kami dapat dari sekitar Tapteng tapi sekarang sudah tidak ada. Kami berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini. Kita sudah berat karena ada pandemi corona kemarin, sekarang masih dihantam harga kedelai yang tinggi, selain mikir usaha ini, juga ada 7 karyawan yang bergantung dari usaha saya mereka punya keluarga," ungkapnya.
Baca Juga:
Polda Sumut Raih Penghargaan Terbaik Kompolnas Awards 2024
Br.Lubis pun mengaku bingung jika menaikkan harga khawatir minat konsumen akan turun, namun jika tidak naik usaha terancam bangkrut. Selain itu, alternatif mengecilkan ukuran atau volume tahu juga tidak lebih baik. Sebab konsumen itu selalu menginginkan harga murah, ukuran besar, dan rasa yang enak. Bagi perajin tahu kestabilan harga menjadi sangat penting.
Ia memilih mengurangi jumlah produksi yang penting usahanya tetap bisa berjalan. Jika dalam keadaan normal setiap hari bisa melakukan 30 kali masak kini hanya 15 kali masak per hari. Untuk setiap kali masak diperlukan 10 kilogram kedelai, jadi paling tidak Wanita Lansia ini membutuhkan 3 kuintal kedelai per hari.
"Sekarang harga tahu per biji itu Rp 750/biji untuk langganan kita jual, dan kita harus penuhi minimal 2500 biji. Bingung mau naik nanti pasarannya sulit, kalau tidak, kita tidak kuat dengan harga kedelainya. Baiknya pemerintah itu mendorong dibudiyakannya kedelai lokal agar tidak tergantung impor seperti sekarang," ujarnya.