TAPTENG.WAHANANEWS.CO, Medan - Mantan Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Bakhtiar Ahmad Sibarani, beserta abang kandungnya, Rahmansyah Sibarani, yang juga merupakan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, dilaporkan ke Polda Sumatera Utara oleh Gerakan Tapteng Baru Untuk Perubahan (GTBUP), Sabtu (15/11/2025).
Laporan terhadap kedua politisi Partai Nasdem itu, karena adanya dugaan upaya menghalang-halangi kegiatan penyampaian pendapat di muka umum, saat massa GTBUP melintas di Jalan Raja Junjungan Lubis, Pandan, menuju Kantor DPRD Tapteng untuk penyampaian aspirasi publik, Jumat (31/10/2025).
Baca Juga:
Oknum Polres Pakpak Bharat Diduga KDRT, Kapolda Sumut Diminta Bertindak
Sangkaan terhadap Bakhtiar dan Rahmansyah tersebut tertuang dalam laporan pelapor dengan Nomor STTLP/1874/XI/2025/SPKT/Polda Sumatera Utara, soal indikasi pelanggaran UU Nomor 9 Tahun 1998, tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, khususnya Pasal 18 yang mengatur larangan tindakan menghalang-halangi kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
Dalam laporan disebutkan, peristiwa terjadi saat rombongan aksi GTBUP yang dipimpin Alwi Racman Caniago sedang bergerak menuju Kantor DPRD Tapteng, usai berkumpul di Simpang DPR Pandan. Dan ketika melintas di depan rumah salah satu terlapor, massa dihentikan dan diintimidasi sekelompok orang yang diduga dikomandoi oleh kedua terlapor.
Kedua terlapor diduga mengkomandoi sekelompok orang untuk melakukan tindakan perampasan spanduk aksi, pemukulan peserta aksi, dan upaya penghadangan mobil komando, serta adanya tindakan kekerasan langsung terhadap Alwi Racman Caniago
Baca Juga:
Polda Sumut Gagalkan Peredaran 10 Kg SABU dari Aceh Menuju Palembang
“Aksi kami legal, dengan menyampaikan surat pemberitahuan aksi tiga hari sebelumnya dan dikawal resmi oleh Polres Tapteng. Tetapi kami dihadang, massa dipukuli, kerah baju saya ditarik bahkan dicekik saat memimpin orasi. Negara Ini negara hukum, tidak ada yang boleh membungkam suara rakyat," ungkap Alwi Racman Caniago.
Sementara itu, Dennis Simalango, yang sebelumnya dilaporkan dalam perkara berbeda, menegaskan bahwa laporan terhadap Bakhtiar Ahmad Sibarani dan Rahmansyah Sibarani bukan sekadar persoalan kelompok, tetapi menyangkut prinsip demokrasi.
“Negara ini negara hukum. Tidak ada seorang pun yang boleh bertindak semena-mena, apalagi melanggar hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat. Tindakan penghadangan seperti ini harus dikutuk keras,” tegasnya.
“Sejarah selalu membuktikan, siapa yang melawan demokrasi pada akhirnya dikalahkan oleh keberanian orang-orang yang memilih untuk tidak diam,” tambah Dennis.
Hal senada disampaikan Daniel Lumban Tobing, orator GTBUP yang turut mengalami kekerasan saat rombongan melintas.
“Hak kemerdekaan masyarakat telah dirampas. Jalan yang kami lalui adalah jalan umum, bukan jalan pribadi. Tidak ada siapa pun yang berhak menghalangi suara rakyat,” tegasnya.
Daniel menilai tindakan penghadangan tersebut merupakan ancaman terhadap martabat bangsa yang menjunjung kebebasan berpendapat.
“Menghalangi aksi damai bukan hanya tindakan sewenang-wenang, tetapi tamparan keras bagi prinsip negara hukum,” katanya.
Daniel berharap demi tegaknya supremasi hukum, aparat penegak hukum harus melakukan pemeriksaan secara profesional, objektif, dan transparan sesuai aturan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Laporan ini dibuat bukan untuk memperkeruh situasi, tetapi demi menjaga ruang demokrasi agar tetap terbuka bagi seluruh rakyat," pungkasnya.
[Redaktur: Dzulfadli Tambunan]