TAPTENG.WAHANANEWS.CO, Sibabangun - Kepala Desa (Kades) Anggoli, Kecamatan Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), dituding menjual empat ekor sapi milik Bumdes secara sepihak tanpa musyawarah.
Selain itu, Kades Anggoli juga dituding melakukan pungutan liar (pungli) biaya masuk air bersih ke rumah-rumah warga.
Baca Juga:
Terbongkar, Ini Alasan 20 Kades Setorkan Dana Rp65 Juta ke Camat Elsye Hartuti
Oloan Pasaribu, selaku Kepala Desa Anggoli membantah dan mengklarifikasi tudingan tersebut. Ia menegaskan, tudingan yang beredar di sejumlah media online tersebut tidak benar.
Oloan sangat menyayangkan tudingan yang diduga dilakukan oleh pasangan suami istri yang nota benenya mantan kepala desa dan lurah.
"Sangat kita sayangkan. Dalam narasi berita, istri mantan kepala desa tersebut mengatakan penjualan empat ekor sapi milik Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Anggoli itu tanpa musyawarah," ujar Oloan, Selasa (29/7/2025).
Baca Juga:
Tito Karnavian Tegur Keras Kepala Daerah Usai OTT Lahat: Jangan Ada Lagi Pemerasan
Oloan memastikan, penjualan empat ekor sapi tersebut telah melalui musyawarah desa dan diketahui Camat Sibabangun dan Kadis PMD saat itu.
Ia menceritakan, 4 ekor sapi milik Bumdes Anggoli merupakan warisan dari kepala desa sebelumnya. Informasi yang disampaikan, sapi-sapi tersebut merupakan program Dana Desa tahun 2018.
Disebut-sebut, jumlah sapi tersebut sebanyak tujuh ekor. Namun yang diserahkan hanya empat ekor. Penyerahan sapi berkaitan dengan petugas pemelihara sapi yang tidak lagi bersedia melanjutkan tugasnya.
"Beliau tidak lagi bersedia menjaga dan memelihara sapi-sapi tersebut, dan minta tolong agar dicarikan penggantinya," ungkap Oloan.
Setelah diberitahukan ke seluruh warga, timpal Oloan, tidak satupun yang bersedia untuk memelihara dan menjaga aset Bumdes itu, sehingga dilakukan musyawarah desa untuk mengambil langkah terbaik.
"Sebelumnya saya terlebih dahulu berkordinasi dengan Camat Sibabangun dan Kadis PMD yang waktu itu dijabat oleh Alm Henri Haluka Sitinjak," imbuhnya.
"Sebelumnya, saya terlebih dahulu berkordinasi dengan Camat Sibabangun dan Kadis PMD yang waktu itu dijabat oleh Alm Henri Haluka Sitinjak," imbuhnya.
Berhubung karena tidak ada yang bersedia mengurus sapi-sapi itu, dan Ketua Bumdes yang sedang mandah ke daerah Humbang Hasundutan, musyawarah yang dihadiri tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan masyarakat, menyepakati sapi di jual.
Keputusan ini diambil demi untuk menyelamatkan aset Bumdes, yang jika tidak segera diambil kebijakan kemungkinan sapi-sapi itu akan mati.
"Itu bukan keinginan pribadi saya. Penjulan empat ekor sapi aset Bumdes Anggoli atas hasil musyawarah bersama tokoh masyarakat, tokoh adat, dan warga, yang diketahui pemerintah kecamatan dan Dinas PMD Tapteng," jelasnya.
"Ini langkah penyelamatan. Semua masyarakat Anggoli tau itu. Sapi milik Bumdes yang diserahkan petugas pemelihara dijual. Ada berita acaranya kok," tambah Oloan.
Masih kata Oloan, musyawarah juga menyepakati jika hasil penjualan sapi dialih gunakan untuk pengembangan usaha air bersih yang juga dikelola Bumdes Anggoli.
"Hasil penjulan sapi tersebut kita alihkan ke biaya perawatan dan pengembangan usaha air bersih, yang juga dikelola Bumdes Anggoli, termasuk pembelian meteran," tukasnya.
Terkait tudingan dugaan korupsi pengadaan jaringan air bersih dan pungli penyediaan air bersih ke rumah-rumah warga, sosok pria yang sepak terjangnya rada mirip dengan Hoho Alkaf, Kepala Desa Purwasaba, Banjarnegara ini, tidak mau berkomentar banyak.
Ia hanya meminta Inspektorat Tapteng melakukan audit terkait pembangunan Pamsimas tahun 2019 dan jaringan pipanisasi air bersih program Dana Desa tahun 2019, termasuk pengadaan sapi Dana Desa tahun 2018 yang disinyalir berjumlah 7 ekor.
"Biar jangan fitnah, kita mohon pihak Inspektorat Tapteng melakukan audit. Kasihan nanti banyak masyarakat salah menilai hingga menimbulkan opini menyesatkan," tegas Oloan.
Sedikit ia jelaskan, regulasi biaya masuk dan iuran air bersih juga merupakan hasil musyawarah antara pengurus Bumdes dengan warga. Semua keuntungan usaha air bersih diperuntukkan untuk pengembangan usaha dan honor petugas Bumdes.
"Itu badan usaha, kan harus ada pekerja dan biaya pemeliharaan, hingga pengadaan pipa jaringan ke rumah-rumah warga," ucapnya.
Oloan juga menyebutkan, demi untuk pengembangan badan usaha air bersih, ia rela mendahulukan dana pribadinya sebesar Rp100 juta. Walau uang tersebut belum dikembalikan, Oloan tidak mempermasalahkannya, asalkan badan usaha Bumdes tersebut bisa berkembang dan memberi manfaat bagi masyarakat.
"Dana Pamsimas dan Dana Desa itu kan terbatas. Setelah pembangunan jaringan, hanya bisa dinikmati satu dusun. Kita kembangkan melalui dana pribadi saya," tutur Oloan.
Menurut Oloan, hingga saat ini badan usaha air bersih sudah mengcover seluruh dusun yang ada di Desa Anggoli, bahkan sudah dikembangkan ke desa tetangga. Jaringan pipanisasi milik Bumdes Anggoli sudah mencapai 7 km, dengan aset satu miliar rupiah lebih.
"Saya rasa kita ngak usah kangkung genjer. Sedetail apapun dijelaskan, ngak akan berterima bagi orang-orang yang berpikiran picik. Makanya kita mohonkan agar Inspektorat Tapteng berkenan melakukan audit, sehingga semuanya terang benderang dan siapa sesungguhnya yang memiliki borok," tandasnya.
[Redaktur: Hadi Kurniawan]