TAPTENG.WAHANANEWS.CO - PANDAN - Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatra Utara, Masinton Pasaribu mengungkap, daerah yang dia pimpin saat ini genap berusia 80 tahun.
Sebagai daerah otonom, anggaran pembangunan daerah Kabupaten Tapteng ternyata masih sangat bergantung dari transfer keuangan dari pemerintah pusat.
Baca Juga:
Mutasi Jabatan Eselon II di Tapteng: Masinton Pasaribu Lantik Pejabat di Area Terbuka Dekat Sungai dan Bak Sampah
“Karena kita belum memiliki kemandirian fiskal untuk membiayai pembangunan daerah kita,” kata Masinton Pasaribu pada rapat paripurna istimewa DPRD Tapteng, Minggu (24/8/2025).
Rapat paripurna istimewa dipimpin Ketua DPRD, Ahmad Rivai Sibarani, dengan agenda peringatan Hari Jadi ke 80 Kabupaten Tapteng, dihadiri jajaran forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda).
Bahkan, setiap tahun Pemkab Tapteng masih harus membayar cicilan pokok dan bunga utang pinjaman senilai belasan miliar rupiah, dari total sekitar Rp70 miliar utang Pemkab Tapteng kepada PT SMI tahun 2021.
Baca Juga:
Bupati Tapteng Hadiri Soft Opening Fansuri Arboretum Taman Edukasi Rempah Pertemuan Budaya
Tapteng sudah berusia 80 tahun, tetapi PAD-nya ternyata masih di bawah Rp 100 miliar. Hal ini karena Pemkab Tapteng tidak mampu mengelola dan mengoptimalkan sisi pendapatan daerah secara kreatif.
“Dan ternyata kita tidak mampu mengoptimalkan potensi pendapatan daerah kita untuk membiayai pembangunan daerah,” kata Masinton Pasaribu.
Meski Tapteng punya laut, tetapi kabupaten tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengelola laut, akhirnya laut Tapteng dijarah oleh aktivitas ilegal fishing selama bertahun-tahun.
Begitu pun di wilayah perbukitan, hutan dirambah dan ditanami sawit. Puluhan ribu hektar lahan dikelola perkebunan sawit tapi tidak mendatangkan manfaat apa pun untuk daerah dan masyarakat.
Bahkan, perusahaan sawit mengabaikan kewajiban yang seharusnya dilaksanakan dalam program kemitraan seperti perkebunan plasma untuk masyarakat.
“Belasan tahun persoalan ini kita diamkan, belasan tahun bahkan ada yang sudah replanting, kita tidak mampu memaksa perusahaan sawit untuk melaksanakan kewajiban yang diatur oleh undang-undang,” katanya.
Dia kemudian mengajak semua pihak untuk merefleksikan kembali perjalanan dan pembangunan Tapteng yang usianya sama dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Apakah pembangunan Tapteng sudah beranjak maju atau berjalan seadanya. Apakah sudah menghadirkan pembangunan dan perencanaan yang terukur.
“Atau sebaliknya, kita membiarkannya tumbuh secara auto pilot. Tentu, kita belum menghadirkan pelayanan yang adil bagi seluruh masyarakat,” kata Masinton Pasaribu.
Pemkab Tapteng belum mampu menghadirkan pelayanan administrasi yang berkualitas, cepat dan dekat dengan masyarakat.
“Khususnya dalam hal pelayanan administrasi kependudukan, kita belum mampu menghadirkan layanan yang adil dan merata di seluruh wilayah Tapteng,” katanya.
Begitu pun dengan layanan kebersihan, Pemkab Tapteng berusia 80 tahun, tetapi belum mampu menghadirkan tempat pembuangan sampah di seluruh wilayah kecamatan, sehingga masyarakat dibiarkan membuang sampah di sembarang tempat.
“Dalam pundak kita terpikul amanat penderitaan rakyat, hendaknya setiap kita yang memiliki jabatan di eksekutif dan legislatif mengorientasikan dengan pikiran dan kebijakan untuk kemajuan daerah dan masyarakat,” kata Masinton Pasaribu.
Saatnya, para pejabat merubah orientasi jabatannya untuk sebesar-besarnya kepentingan pembangunan daerah dan masyarakat.
“Amanah jabatan ini harus kita orientasikan untuk mengatur kepentingan rakyat, sehingga Tapteng dapat tumbuh dan berkembang di masa depan,” katanya.
Tentunya, dengan tata kelola kepemimpinan yang mengutamakan kepentingan rakyat, bukan berorientasi kepentingan pribadi dan kelompok.
[REDAKTUR : JOBBINSON PURBA]