Oleh: Rosianna Anugerah Hutabarat
HARI itu langit cerah. Meningkatnya intensitas cahaya matahari di ufuk timur, pertanda siang mulai tiba. Awan berarak perlahan, membiarkan sinar mentari menembus atmosfer bumi. Bayangan akhirnya membias tegak oleh cahaya yang merambat lurus.
Baca Juga:
Operasi Katarak Gratis Martabe Gelombang Kedua di RS Bhayangkara: 229 Mata Berhasil Dioperasi
Di sebuah desa kecil nan tenang bernama Hapesong Baru, lebih dikenal dengan Desa Sipente oleh warga Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, seorang wanita muda sibuk dengan aktivitas menyadap pohon karet milik tuannya.
Dengan lihai, wanita 30 tahunan itu memainkan pisau sadap, membuat irisan miring pada puluhan atau ratusan kulit batang pohon karet. Satu persatu lapisan kulit luar pohon terlebih dahulu dikupas lalu disayat, getah yang keluar ditampung menggunakan wadah batok kelapa.
Namanya Arnima Gulo, petani karet milenial dan energik yang tak mengenal kata lelah apalagi sifat malas. Meskipun telah berstatus wanita bersuami tak lantas membuatnya berpangku tangan. Prinsipnya, istri adalah penopang ekonomi keluarga.
Baca Juga:
Kabar Gembira! PT Agincourt Resources Akan Gelar Operasi Katarak Gratis di RSUD Pandan
Tak ada waktu terbuang. Setiap detik adalah kesempatan meski ia dan suaminya Petrus Gulo, hanya sebagai pekerja di kebun tetangga. Pasutri ini tetap gigih menekuni lakonnya sebagai pejuang nafkah.
Sesekali Arnima berteduh di bawah rindangnya pohon bernama latin hevea brasiliensis itu. Sembari duduk di atas tanah beralaskan dedaunan kering, tubuh kurus miliknya disandarkan pada batang pohon karet.
Angin yang berhembus sepoi-sepoi, mengantarkan aroma latex, amis dan bau menyengat, yang dihindari oleh sebagian orang. Namun baginya, aroma getah adalah aroma kerja keras yang disetiap tetesnya merupakan rezeki yang dinanti untuk masa depan anak-anaknya.
Menurut ibu tiga anak ini, kontribusi istri sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, terutama di saat pendapatan suami minim bahkan tidak menentu. Harga kebutuhan sehari-hari yang kian mencekik leher, menuntutnya turut berpeluh keringat dan menjalankan "peran ganda".
Sembari beristirahat, dipandanginya mangkuk-mangkuk kecil, wadah penampung cairan berwarna putih susu. Terlintas suatu peristiwa yang nyaris merenggut penglihatannya.
Enam bulan yang lalu, saat ia akan menyadap pohon karet, getah tertumpah mengenai mata kirinya. Terasa perih bercampur gatal, bayang-bayang kebutaan pun menghantui.
Benar saja keterlambatan penanganan dari dokter membuat iritasi pada selaput mata Ernima. Maklum saja, jarak dari kebun dan waktu jadi penghalang, bagai musuh yang tak terkalahkan.
Matanya mengalami keratitis parah. Reaksi zat kimia getah menyebabkan penglihatannya kabur nyaris buta. Perempuan kelahiran tahun 1992 itu ingin sekali melakukan pengobatan kepada dokter spesialis mata, namun keterbatasan ekonomi menjadi tembok penghalang.
Pekerjaannya sebagai buruh tani karet sempat terhenti, aktivitas mengurus rumah tangga dilakukan sebisanya. Mengeluh hanya akan keringkan tulangnya. Lantunan doa dia panjatkan, melipat telapak tangan, memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, berharap doanya menembus langit.
Terkabar, penyelenggaraan Operasi Katarak Gratis Tambang Emas Martabe membawa angin sorga bagi keluarga cemara itu. Ia melonjak kegirangan sembari mendekap erat Petrus saat mendengar kabar yang disampaikan suami tercinta.
Dititipkan ketiga anak mereka di rumah kerabat. Kedua insan yang dipersatukan di Altar Gereja itu melangkah mantap menjemput kesempatan besar yang ditawarkan perusahaan pertambangan emas dan perak itu.
Disambut ramah para volunteer (relawan) memakai seragam PT Agincourt Resources, pasutri ini melakukan pendaftaran di Rumah Sakit Bhayangkara Batang Toru. Kecemasan besar mulai muncul melihat ratusan masyarakat mengantri pada bangku yang telah disediakan.
Detik demi detik, menit berlalu begitu cepat, hingga satu jam kemudian nama Arnima Gulo dipanggil dan dinyatakan sebagai penerima manfaat oleh petugas.
Meski jemari sedikit bergetar, Arnima memasuki ruangan operasi. Lirikan ia layangkan ke suami tercinta, seakan meminta kekuatan. Tubuh mungilnya berbaring atas meja bedah. Dokter yang bekerja, sesekali mengajaknya berceloteh, berharap ketegangan pasien mencair. Perlahan, sang ahli melakukan pengukuran biometri, meenentukan ukuran dan jenis lensa yang sesuai dengan mata Arnima.
Proses selesai, hingga satu hari kemudian perban penutup mata Arnima dibuka. Perempuan berkulit sawo matang itu membuka matanya, silau, namun ia berusaha menyesuaikan, hingga warna-warni semakin nyata. Arnima sumringah, Petrus menganggukkan kepala seolah paham dengan bahasa tubuh istrinya tersebut.
Sejak saat itu, perempuan bersuku Nias itu berjanji dalam hati akan merawat serta menjaga matanya. Kesempatan kedua dari Tuhan, ia dapat melalui program Operasi Katarak Gratis Martabe.
Sayup terdengar suara langkah, kian lama kian jelas. Dia melihat suami tercintanya telah datang menghampiri. Arloji usang miliknya menunjukkan pukul 15.00 WIB. Mereka bergegas pulang menuju rumah.
"Terima kasih PT Agincourt Resources, kini aku bisa melihat jelas lagi. Semoga perusahaan Tambang Emas Martabe semakin bersinar dan memberi manfaat kepada masyarakat kecil seperti keluarga kami," ujar Arnima, saat disambangi di kediamannya, Senin (13/10/2025).
[Redaktur: Dzulfadli Tambunan]