Mereka menegaskan bahwa lokasi kebun perusahaan tersebut tidak mungkin menjadi sumber kayu yang terbawa arus ke Sungai Garoga.
"Sekadar logika saja, bagaimana mungkin kayu dari lahan di sebelah kiri jalan bisa melintasi bukit jalan dan sampai di Sungai Garoga yang berada di arah kanan?" ujar salah satu warga Anggoli, menambahkan bahwa informasi yang menyebutkan kayu dari pegunungan hanyut ke sungai tidak masuk akal.
Baca Juga:
Dari Kecelakaan ke Penangkapan: Jejak Pelarian Kurir Ekstasi 207 Ribu Butir
Ndraha, salah satu warga yang mengungkapkan kondisi geografis area tersebut, menjelaskan bahwa pembukaan lahan di atas gunung dilakukan oleh masyarakat untuk menanam karet dan durian, bukan kelapa sawit.
"PT TBS memang membuka lahan di Kilometer 6, Desa Simansor, namun tidak berada di hulu Sungai Garoga. Ada kebun sawit plasma yang mengalami longsor, tapi tidak ada kayu karena saat pembukaan sudah dimasukkan ke dalam tanah," jelasnya, menegaskan bahwa kayu dari area yang ditebang masih berada di lokasi dan siap diperiksa kapan saja.
Monang Sitompul (62), warga Sibabangun lainnya, juga mendukung klaim tersebut. Menurutnya, jika memang terjadi longsor dari lokasi PT TBS, kayu seharusnya terbawa ke Sungai Sibabangun, bukan Sungai Garoga yang diperkirakan berasal dari Desa Muara dan Desa Sibio Bio.
Baca Juga:
Ribka Tjiptaning Dipolisikan, ARAH Nilai Ucapannya Soal Soeharto Tak Berdasar
Kepala Desa Anggoli Oloan Pasaribu menekankan perlunya objektivitas dalam penyelidikan.
"Pihak penyidik Bareskrim Polri harus melihat fakta di lapangan, jangan omon omon dongan serta mari kita membandingkan titik longsor dengan posisi lahan PT TBS, dan jangan menjadikan satu perusahaan saja sebagai kambing hitam," ujarnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah memeriksa 16 orang karyawan PT TBS dan tidak menutup kemungkinan menambah jumlah saksi.