TAPTENG.WAHANANEWS.CO - SIRANDORUNG
Ratusan warga Desa Bajamas, Kecamatan Sirandorung, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan gerbang PT Nauli Sawit, Senin (23/6/2025).
Aksi yang dilakukan Forum Masyarakat Adil Untuk Semua (Formas) ini berujung blokade akses masuk dan keluar perusahaan sawit tersebut.
Baca Juga:
PLN IP UBP Labuhan Angin: Patroli Manajemen Perkuat Budaya Keselamatan Kerja
Amarah warga meluap karena dugaan perusakan hutan mangrove di Muara Tapus dan penyerobotan lahan masyarakat secara sepihak.
Para demonstran menuding PT Nauli Sawit telah menanam kelapa sawit di kawasan hutan mangrove Muara Tapus tanpa mengindahkan dampak lingkungan yang signifikan.
Baca Juga:
Desa Lubuk Ampolu: 34 KPM Terima BLT Dana Desa Langsung 2 Tahap
Lebih lanjut, Formas juga menyoroti dugaan penyerobotan lahan masyarakat yang telah dikelola turun-temurun untuk pertanian, tanpa adanya ganti rugi yang layak.
Personel Polres Tapteng dan Satpam PT Nauli Sawit tampak berjaga di lokasi untuk mengamankan jalannya demonstrasi.
Dalam orasinya, Ediyanto Simatupang, pimpinan aksi, menyampaikan tuntutan tegas kepada perusahaan.
Formas mempertanyakan status kepemilikan lahan seluas ribuan hektar, termasuk lahan eks transmigran (429,75 ha), lahan non-transmigran (766,57 ha), lahan pengungsi Aceh di Nanjur (38 ha), lahan warga Lehu Pulo Pane dan Desa Madani (lebih dari 60 ha), lahan persawahan di Desa Sido Mulio (100 ha), dan hutan mangrove di Dusun 5 Sangge Sangge, Desa Lobutua.
"DAS dan mangrove kami di Muara Tapus telah dirusak dan ditanami sawit. Banyak lahan kami yang belum diganti rugi," tegas Ediyanto.
Ia juga menyinggung pembangunan tembok yang membatasi akses jalan warga Muara Tapus dan penyerobotan fasilitas umum seperti lapangan bola. Formas juga mempertanyakan luas Hak Guna Usaha (HGU) PT Nauli Sawit, kebijakan perusahaan dalam mempekerjakan warga sekitar, serta transparansi proses pemecatan dan pemberian pesangon karyawan.
Ediyanto menambahkan, angkutan CPO perusahaan yang melebihi tonase menimbulkan kerusakan jalan, dan mempertanyakan tanggung jawab perusahaan atas kerusakan lingkungan yang diwariskan kepada generasi mendatang.
Lebih mengejutkan lagi, ia menyinggung sejumlah kasus pelanggaran HAM yang diduga dilakukan PT Nauli Sawit, termasuk dugaan pembunuhan Partahian Simanungkalit (2005), pembakaran rumah dan penikaman aktivis (2008), serta pemenjaraan 10 warga (2010) atas tuntutan hak tanah.
"Stop intimidasi dan kriminalisasi warga! Kami menuntut hak-hak kami sesuai undang-undang," seru Ediyanto.
Ia khawatir jika diam, PT Nauli Sawit akan terus melakukan penindasan karena memiliki kekuatan finansial untuk membungkam suara rakyat.
Hingga saat ini penjelasan dari perwakilan PT Nauli Sawit, Angkut Tarigan belum di dapatkan terkait aksi ini.
[REDAKTUR : HADI KURNIAWAN]