"Dari keterangan yang disampikan pihak kepolisian, mereka mengatakan terkendala dengan hasil cek TKP dengan BPN untuk pengambilan titik koordinat," timpalnya.
Dalam hal ini, Hutagalung mempertanyakan apa alasan BPN tidak melakukan cek TKP untuk pengambilan titik koordinat. Akibat lambatnya BPN melakukan pengambilan titik koordinat, para oknum yang diduga mafia tanah inj merasa di atas angin. Mereka memasangi patok di kebun warga. Mirisnya, oknum pemasang patok tidak ada yang di kenal dan bukan warga setempat.
Baca Juga:
Herman Suwito Resmi Dilantik Jadi Sekdakab Tapteng
Terpisah, kuasa hukum warga, Yeesrel Gunadi Hutagalung, SH, saat di konfirmasi awak media menyebutkan, hamparan lahan perkebunan yang di klaim oknum-oknum tertentu adalah milik mereka, merupakan hal yang sangat tidak masuk akal.
Menurut Gunadi, warga Kelurahan Lumut telah lama mengusahai dan menguasai lahan yang di sengketakan. Hal ini dibuktikan dari surat dari Bupati Tapteng Nomor 1227/7-(B.CH), tertanggal 24 Maret 1969, serta surat jual beli sesama warga sekitar tahun1988.
Masalah muncul setelah Lurah Lumut berganti dari A. Rohim Nasution ke Halomoan Saing. Pada Tahun 1996, Halomoan Saing menerbitkan SKT Nomor 592.1/080/Sk/1996 atas nama Sumihar Simanjuntak.
Baca Juga:
Bocah 7 Tahun Tewas Terseret Arus Sungai Aek Panapahan
"Ini sumbernya. Semoga dalam kasus ini tidak ada permainan. Pasca Lebaran, kita akan bersurat kepada Menko Polhukam, Mahfud MD, mengadukan permasalahan yang dialami warga," sebut Gunadi. [rum]