Tapteng.WahanaNews.co, Pandan - Aksi koboi Ketua DPRD Tapanuli Tengah (Tapteng), Khairul Kiyedi Pasaribu, yang menyelonong masuk dan mengeluarkan suara keras bernada emosi pada rapat internal Dinas Kesehatan, Jumat (22/12/2023), dinilai sebagai sikap arogansi yang selayaknya tidak dipertontonkan seorang Pimpinan DPRD.
Bahkan, Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pimpinan DPRD dan Komisi A DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah dengan Sekda, Asisten, Staf Ahli, pimpinan OPD dan Kepala Puskesmas, tentang Kinerja Pj Bupati Tapanuli Tengah, yang dijadwalkan, Rabu (27/12/2023), terkesan bentuk dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
Baca Juga:
Kabar Duka, Aktris Senior Marissa Haque Tutup Usia
"Kinerja Bupati tidak bisa dinilai hanya dengan rapat, harus dilihat dari capaian RPJMD, pelaksanaan dan serapan APBD sampai akhir tahun. Itupun bukan dipanggil berjamaah, tapi berbasis komisi dan badan. Walau rapat batal, Ketua DPRD ini terkesan sudah abuse of power," ujar politikus PDI Perjuangan, Sarma Hutajulu SH, Kamis (28/12/2023), melalui sambungan selluler
Walau menyakini tidak akan berjalan sesuai harapan, mantan Anggota DPRD Sumatera Utara Periode 2014 - 2019 ini menyebutkan, kebijakan sepihak Ketua DPRD Tapteng itu bisa diadukan ke Badan Kehormatan Dewan (BKD)
"Perlu dilakukan, karena beliau tidak menjaga kehormatan dan marwah institusi DPRD, dengan memakai kelembagaan dewan tanpa aturan dan tidak memberikan contoh yang baik kepada publik," imbuhnya.
Baca Juga:
Resmi, 50 Politisi Kota Depok sebagai Legislator DPRD Periode 2024 - 2029
Lebih jauh disampaikan, jikapun salah satu tugas DPRD adalah pengawasan, tetapi bukan berarti bisa masuk sembarangan dan mencampuri rapat internal eksekutif. DPRD terikat UU MD3 dan Tatib, dimana segala kegiatan DPRD wajib dibicarakan dan diagendakan dalam Bamus.
"Ngak boleh itu, ujuk-ujuk masuk ke dalam rapat internal eksekutif dengan alasan sidak dan pengawasan. Jika ada kebijakan eksekutif yang ingin diminta pertanggung jawaban bisa dilakukan dengan memanggil lewat Raker atau RDP. Ketua DPRD itu bukan kepala dewan, jadi harus kolektif kolegial. Coba dicek ke dewan, apakah sidak itu hasil bamus atau tidak," timpal mantan Sekretaris fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut ini.
Menurut wanita kelahiran 7 November 1972 ini, kadang anggota DPRD dengan alasan fungsi pengawasan merasa diatas segalanya, kinerja minim tapi memeriksa kinerja orang paling jago. Padahal, dewan itu terikat dengan aturan, bukan bekerja tanpa aturan.