TAPTENG.WAHANANEWS.CO, Sibabangun - Tudingan yang menyebutkan banjir bandang dan longsor yang terjadi di Tapanuli Tengah (Tapteng), salah satunya disebabkan aktivitas PT Tri Bahtera Srikandi (PT TBS), dibantah warga Kecamatan Sibabangun.
Disebutkan, isu tersebut sangat menyesatkan dan tidak tepat, karena tidak sesuai dengan fakta lapangan dan kondisi yang sebenarnya. Diduga, oknum-oknum tertentu sengaja melempar opini, agar PT TBS menjadi kambing hitam.
Baca Juga:
Korban Banjir Bandang dan Longsor Tapteng Bertambah Jadi 86, Banyak Masih Hilang
Menurut warga, PT TBS mengelola kebun masyarakat yang lokasinya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Aek Hutagurgur dan Aek Mardugu. Kedua sungai ini bermuara ke Sungai Aek Sibabangun, bukan bermuara ke Sungai Aek Garoga.
"Jika terjadi longsor, potongan kayu dari kebun PT TBS akan hanyut ke Sungai Aek Sibabangun, bukan ke Sungai Aek Garoga," ujar Timbul Napitupulu (68), warga Kecamatan Sibabangun, Jumat (5/12/2025).
Timbul memastikan, aliran sungai-sungai di sekitar kebun yang dikelola PT TBS, tidak terhubung dengan Sungai Aek Sibintuon, Sungai Aek Sibiobio, maupun Sungai Aek Garoga, yang meluap dan menghanyutkan ribuan kubik kayu.
Baca Juga:
Mujur Timber Grup Salurkan Bantuan 10 Ton Beras ke Korban Bencana Sibolga-Tapteng
"Sungai Aek Garoga yang berasal dari daerah Ring Kabor dan Bulu Laga di KM 28 sangat jauh di sebelah kanan jalan Teluk Nauli dan tidak pernah melintas di sekitar wilayah kebun PT TBS," tegas Raja Anggoli ini.
Artinya, sambung Timbul, mustahil dan tidak masuk akal jika kayu-kayu tumbangan PT TBS terbang ke hulu sungai Garoga yang jaraknya 4 hingga 5 kilometer di atas kebun PT TBS yang berada di KM 6 hingga KM 9.
"Perlu juga kita luruskan, PT TBS tidak pernah membuka hutan apalagi merambah hutan. Mereka membangun areal perkebunan warga," ucapnya.
Sementara itu, Khairul Efendi Pohan mengatakan, pengelolaan kebun rakyat yang dilakukan PT TBS berdasarkan pelestarian lingkungan hidup yang fokus pada praktik berkelanjutan.
Pria yang faham betul dengan kondisi hutan Batang Toru ini mengungkapkan, kayu-kayu yang ditumbang akan dibenam ke dalam tanah yang bakan berfungsi mengamankan jaringan tanah (staking), sekaligus berfungsi sebagai pupuk kompos organik.
Bahkan, sambung Khairul, 50 hingga 100 meter kiri kanan pinggiran Sungai Aek Mardugu dan Sungai Aek Hutagurgur tidak dikelola PT TBS. Lokasi tersebut dijadikan hutan konservasi, yang bertujuan melindungi sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati.
"Saya faham betul dengan mekanisme pengelolaan kebun yang dilakukan PT TBS. Makanya kita luruskan agar tidak salah penafsiran," sebut Khairul yang diamini Saut Parulian Aritonang (61).
Terpisah, mantan Surveyor PT Teluk Nauli, Hasbin Pasaribu (45), membenarkan jika kebun PT TBS berada di DAS Aek Mardugu dan DAS Aek Hutagurgur. Kedua sungai ini tidak memiliki keterkaitan dengan Sungai Aek Garoga.
Dari survey yang sering dilakukan pihaknya, Hasbin melihat posisi kebun PT TBS berada pada jalur kiri jalan Teluk Nauli, Tepatnya di Desa Hutagurgur, Kecamatan Sibabangun. Jenis tanaman pada area kebun yang dibuka hanya pohon karet dan tanaman perkebunan lainnya.
"Yang mereka buka itu kebun rakyat, yang tumbuhan di dalamnya pohon karet," kata Hasbin.
Jikapun kebun PT TBS longsor, sosok pria yang puluhan tahun melakukan survey di wilayah hutan Batang Toru ini memprediksi longsoran material akan jatuh ke Sungai Aek Sibabangun.
"Tidak ada ditemukan material kayu di DAS Aek Sibabangun yang dapat dikaitkan dengan temuan di DAS Aek Garoga. Saat banjir bandang terjadi, Sungai Aek Sibabangun hanya keruh dan debetnya sedikit meninggi," ungkapnya.
[Redaktur: Dzulfadli Tambunan]