BPK sudah menegaskan perlunya perbaikan tata kelola utang dan peningkatan transparansi. Namun rekomendasi ini tidak dijalankan secara serius.
Kondisi tersebut menciptakan “lahan subur” bagi pencairan dana PEN tanpa dokumen formal, karena sistem keuangan daerah sudah terbiasa longgar terhadap kewajiban administratif.
Baca Juga:
Usai Geledah Kantor Bupati Situbondo, KPK Sita Bukti Elektronik-Dokumen
Akhirnya, pada periode 2022–2023, BPK menyoroti hal paling fatal, yaitu rekomendasi-rekomendasi lama belum ditindaklanjuti secara maksimal.
Artinya, selama hampir sepuluh tahun, peringatan BPK diabaikan begitu saja. Akibatnya, pengawasan internal melalui Inspektorat dan pengawasan eksternal melalui DPRD benar-benar kolaps.
Tidak ada mekanisme kontrol yang efektif, sehingga pelanggaran besar seperti pencairan Dana PEN tanpa surat usulan bisa lolos tanpa peringatan sedikit pun.
Baca Juga:
Pembangunan Irigasi Tanah Dangkal di Taput Tak Berfungsi
Pola tersebut memperlihatkan bahwa skandal dana PEN Tapteng bukan peristiwa kebetulan, melainkan hasil dari busuknya tata kelola yang bertahun-tahun dibiarkan.
“Mulai SPI yang lemah, aset tak tertelusur, hingga rekomendasi audit diabaikan, semuanya membentuk jalan panjang menuju satu kesimpulan pahit yaitu, matinya pengawasan sebelum hukum ditegakkan,” timpalnya.
Selama satu dekade, pola pelanggaran administratif dan lemahnya tindak lanjut audit membentuk lingkungan permisif, tempat pelanggaran bisa terjadi tanpa peringatan.