Maka ketika dana PEN cair tanpa dokumen, sistem birokrasi daerah tak lagi bereaksi, karena menjadi sudah terbiasa.
Iskandar menilai, kasus ini berpotensi menembus batas administratif menuju ranah pidana. Salah satunya, terjadi penyalahgunaan wewenang sesuai Pasal 3 UU Tipikor.
Baca Juga:
Usai Geledah Kantor Bupati Situbondo, KPK Sita Bukti Elektronik-Dokumen
Dimana pejabat di Pemda maupun Kemenkeu yang memproses pencairan tanpa dokumen telah menggunakan kewenangannya secara melawan hukum dan berpotensi merugikan keuangan Negara.
Kemudian, perusakan sistem keuangan negara, karena jika satu daerah bisa menerima pinjaman tanpa usulan, maka seluruh sistem e-Pinjam Daerah dan SDPDN kehilangan kredibilitas sebagai instrumen kontrol keuangan negara.
Selanjutnya, pengawasan internal inspektorat dan DPRD Tapteng yang gagal menjalankan fungsi. LHP BPK berulang kali memperingatkan, tapi rekomendasinya diabaikan.
Baca Juga:
Pembangunan Irigasi Tanah Dangkal di Taput Tak Berfungsi
“Ketika rekomendasi audit diabaikan bertahun-tahun, bukan lagi salah sistem, itu pembiaran yang disengaja,” ucapnya.
Indonesia Audit Watch menilai, skandal dana PEN Tapteng adalah alarm keras bagi negara hukum. Uang negara sebesar Rp75,9 miliar tidak bisa cair begitu saja tanpa jejak administratif.
Oleh karena itu, Iskandar meminta Presiden Prabowo Subianto menjadikan skandal dana PEN Tapteng sebagai test case integritas fiskal nasional, perintahkan integrasi penuh sistem pinjaman daerah agar mustahil dimanipulasi.