TAPTENG.WAHANANEWS.CO - SIBABANGUN
Masyarakat Desa Huta Padang Simanosor, Kecamatan Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara, kini berada di ujung tanduk akibat kerusakan irigasi yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir.
Akibatnya, sekitar 60 hektar lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupan utama mereka tidak dapat ditanami padi, menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi para petani.
Baca Juga:
Gelar Musrenbang, Prioritas Usulan Kecamatan Sibabangun Tahun 2026 Ditetapkan
Menurut penuturan warga, masalah ini telah berulang kali dilaporkan kepada pemerintah desa, namun hingga kini belum ada tindakan perbaikan yang diambil.
Lesmina Siringoringo, seorang petani setempat, mengungkapkan bahwa saluran irigasi yang sebelumnya mengalirkan air dari salah satu anak sungai di desa kini dalam kondisi rusak parah.
"Kami sangat berharap kepada Bapak Bupati. Kami ingin bertani padi untuk memenuhi kebutuhan hidup kami, tetapi bagaimana mungkin kami bisa makan jika sawah kami tidak mendapatkan air?" ujar Lesmina dengan nada putus asa, Rabu (27/8/2025).
Baca Juga:
Aspirasi Terwujud, Warga Ucapkan Terima Kasih Kepada Anggota DPRD Tapteng Madayansyah Tambunan
Lesmina menambahkan bahwa perbaikan irigasi sebenarnya sudah pernah diusulkan kepada Kepala Desa (Kades), namun jawaban yang diterima adalah tidak adanya dana yang tersedia.
Meskipun petani telah berupaya mengumpulkan dana secara mandiri, jumlah yang terkumpul tidak mencukupi untuk memperbaiki kerusakan yang ada.
"Kades memang sempat memberikan bantuan dana sebesar Rp 4 juta, tetapi itu tidak cukup. Pemilik lahan di sekitar lokasi sungai meminta agar area tersebut diperkuat dengan bronjong, yang membutuhkan biaya lebih besar," jelasnya.
Kondisi ini membuat para petani merasa putus asa. Jika tidak ada solusi dari pemerintah, mereka berencana untuk mengalihkan lahan sawah menjadi lahan perkebunan sawit daripada membiarkannya menjadi lahan terlantar.
Rohani Sihombing, petani lainnya, dengan nada sedih menunjukkan lahan pertanian yang mengering. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya, lahan seluas 60 hektar tersebut selalu ditanami padi dan menghasilkan sekitar 50 ton gabah setiap panen.
"Kami memohon kepada Bapak Bupati Masinton Pasaribu untuk memperbaiki irigasi kami yang rusak. Kasihani kami, masyarakat kecil ini. Sudah lebih dari dua tahun kami tidak bisa bertani," tutur Rohani sambil menangis.
Para petani semakin menjerit di tengah kenaikan harga beras yang semakin membebani hidup mereka. Rohani mencontohkan, dengan lima orang anak, mereka harus membeli setidaknya satu setengah kaleng beras setiap hari.
"Bagaimana kami bisa membeli beras, sementara untuk membeli ikan asin saja sudah sulit. Suami kami hanya bekerja sebagai penderes karet dengan penghasilan yang tidak seberapa. Bisa dibayangkan, penghasilan karet hanya 30 kg per minggu, dan itu pun harus dibagi tiga dengan pemilik kebun," ungkapnya dengan nada pilu.
Tua Pandapotan Batubara, Kepala Desa Simanosor Kecamatan Sibabangun baru baru ini saat di jumpai mengatakan bahwa saat ini pengairan persawahan di wilayahnya memang sudah banyak yang rusak. Air dari parit induk sudah tidak lagi bisa mengalir ke parit parit tersier untuk pembagian ke sawah warga.
Dirinya juga mengharapkan agar dinas terkait bisa memperbaiki atau pun membangun pintu pintu air yang rusak dan sejumlah saluran lainnya yang sudah tidak berfungsi lagi.
" Intinya kita sangat berharap agar pemerintah bisa menanggulangi keadaan pengairan untuk sawah sawah di wilayah ini,"ujar Tua.
Kepala desa dan para petani berharap agar Bupati Tapteng segera turun tangan untuk meninjau langsung kondisi irigasi dan mendengarkan keluhan mereka.
Mereka berharap agar irigasi segera diperbaiki sehingga mereka dapat kembali bertani dan memenuhi kebutuhan hidup mereka tanpa harus membeli beras.
[REDAKTUR : JOBBINSON PURBA]