TAPTENG WAHANANEWS.CO, Sibabangun - Tudingan asal muasal puluhan ribu kubik kayu yang luruh ke Sungai Garoga berasal dari kebun PT TBS (Tri Bahtera Srikandi), menuai reaksi keras dari warga masyarakat Kecamatan Sibabangun.
Warga menilai tudingan tersebut fitnah karena tidak sesuai fakta lapangan. Dinilai, ada penggiringan opini agar PT TBS menjadi kambing hitam penyebab bencana banjir dan longsor yang terjadi.
Baca Juga:
Ini Nama-nama Korban Bencana hidrometeorologi Kecamatan Sibabangun Tapteng
"Sepertinya ada penggiringan opini agar PT TBS menjadi kambing hitam dalam peristiwa ini," ujar Mohon Sitompul (58), Kamis (11/12/2025) di Sibabangun.
Putra asli Kecamatan Sibabangun ini mengungkapkan, puluhan ribu kubik kayu yang luruh ke Sungai Garoga berasal dari Sungai Sosopan (Sungai Sibiobio) dan Sungai Sibuntuon.
Hal ini dibuktikan dengan luluhlantaknya pemukiman penduduk Bulu Godang dan Lubuk Bange (Muara Sibuntuon), serta Simarsak Bosi (Sibiobio), akibat dihantam kayu yang hanyut bersama arus sungai.
Baca Juga:
PT TBS Terjunkan Alat Berat Perbaiki Jalan Nasional yang Amblas Akibat Bencana Longsor
Selain itu, sambung Mohon, dari hasil rekaman satelit, masih banyak ditemukan potongan kayu di hulu Sungai Sosopan dan Sungai Sibuntuon, tepatnya di sekitar KM 12 - 16.
Ini mengindikasikan jika potongan kayu yang luruh ke Sungai Garoga berasal dari hulu Sungai Sosopan dan Sungai Muara Sibuntuon, yang berasal dari Harangan (Hutan) Tapanuli.
"Mustahil kayu-kayu dari kebun PT TBS terbang ke Sungai Sibuntuon dan Sungai Sosopan. Apalagi ada puncak bukit di sebelah kanan jalan Teluk Nauli yang menghalangi," koar Mohon.
Mohon yang didampingi Arnol Pakpahan (60) menduga, selain dari kebun-kebun masyarakat yanga ada di pinggiran Sungai Sibuntuon dan Sungai Sosopan, pemasok utama kayu-kayu yang berhamburan ke Sungai Garoga berasal dari hutan-hutan yang ada di KM 11 hingga KM 16.
"Cek lapanganlah. Jangan hanya sekedar opini tanpa data dan fakta lapangan, yang akhirnya akan menjadi fitnah," tegas Mohon.
Mohon tidak menampik jika ada kebun PT TBS yang longsor di sebelah kanan Jalan Teluk Nauli, tepatnya di KM 6. Namun material longsoran jatuh ke arah utara kebun. Bukan ke arah selatan yang notabenenya lebih tinggi dari lahan yang longsor.
"Ada memang longsor, tapi ke arah utara. Ngak mungkin ke arah selatan (Muara Sibuntuon), karena medannya lebih tinggi," sebut Mohon.
Sementara itu, dua warga Desa Sibiobio, Yuliman Ziliwu (49) dan Natius Zendrato (50), merasa heran jika kayu-kayu yang berhamburan di Sungai Garoga disebut-sebut berasal dari kebun PT TBS.
Kedua sosok yang sangat mengenal alam Harangan Tapanuli ini mengaku sangat tidak masuk akal, jika potongan kayu yang hanyut dan berserakan di Sungai Garoga berasal dari kebun PT TBS.
Pasalnya, kebun PT TBS berada jauh dari daerah aliran sungai Sibuntuon dan Sungai Sosopan. Bahkan kebun PT TBS yang berada di sebelah kiri jalan Teluk Nauli terhalang oleh perbukitan tinggi disebelah kanan jalan.
Artinya, jika kebun PT TBS longsor, akan jatuh ke Sungai Hutagurgur dan Sungai Aek Mardugu yang bermuara ke Sungai Sibabangun. Kecuali jika bukit sebelah kanan jalan longsor. Sementara bukit di kanan jalan yang lebih tinggi dari kebun PT TBS tidak mengalami longsor.
"Sangat tidak logika dan tidak masuk akal," kata Yuliman Ziliwu yang diamini Natius Zendrato.
Lebih jauh diungkapkan, Sungai Sosopan (Sungai Sibiobio) berasal dari dua sungai yakni, Sungai Simarsak Bosi (dari Tapanuli Utara), dan Sungai Aek Paronggaran (Tapanuli Selatan).
Sementara Sungai Bulu Godang yang di hilir disebut Sungai Sibuntuon, berasal dari daerah Ring Kabor dan Bulu Laga di KM 28 Jalan Teluk Nauli. Keseluruhan sungai-sungai ini tidak berhubungan dengan Sungai Hutagugur.
"Kita melihat kebun PT TBS di KM 6 hingga KM 10 tidak ada yang longsor. Bagaimana mungkin kayu-kayu itu berasal dari sana," tegas Yuliman dengan nada bertanya.
Ia berharap, masyarakat tidak langsung percaya dengan opini yang berkembang, tanpa mengetahui kondisi yang sesungguhnya. Yuliman juga berharap pihak terkait melakukan investigasi secara menyeluruh hingga ke hulu sungai.
"Ini yang harus dilakukan, agar opini yang berkembang tidak semakin bias," tutupnya.
[Redaktur: Dzulfadli Tambunan]