Meskipun menggunakan bahan bakar batubara, pengelola PLTU Labuhan Angin selalu berupaya untuk mengurangi potensi dampak lingkungan yang bisa timbul. Selain itu, PLTU ini juga memiliki fasilitas pengolahan limbah yang ketat untuk meminimalisir dampak pencemaran lingkungan.
Sebagai bagian dari sistem kelistrikan Sumatera, PLTU Labuhan Angin memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan energi di Provinsi Sumatera Utara. Kapasitas produksinya yang mencapai 2 x 115 MW, membantu mengurangi ketergantungan pada sumber energi lain, dan memastikan ketersediaan listrik yang andal bagi sektor industri, rumah tangga, dan fasilitas publik.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi PLN Indonesia Power Atas Target Berkelanjutan EBT Hijau dan Hydro yang Bisa Bersaing di Kancah Internasional
Pengembangan Biomassa
Di tengah tantangan disrupsi teknologi dan transisi energi yang menerjang, PLTU Labuhan Angin terus berinovasi. Salah satunya yakni melalui pengembangan pengolahan biomassa yang disebut dengan co-firing.
Pemanfaatan teknologi ini dilakukan untuk menggapai misi Indonesia menuju Net Zero Emission pada 2060. Biomassa yang saat ini digunakan sebagai bahan bakar yaitu serbuk gergaji, serpihan kayu, cangkang sawit, bonggol jagung, dan bahan bakar jumputan padat (BBJP).
Baca Juga:
Pimpin Transformasi Listrik Hijau, Dirut PLN Raih The Most Inspiring ESG Corporate Leader
Ini merupakan langkah nyata PLTU Labuhan Angin untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dan mandiri energi, serta meningkatkan kapasitas nasional yang sejalan dengan prinsip Environmental, Social and Governance (ESG).
Penyerapan Tenaga Kerja
Keberadaan PLTU Labuhan Angin tidak hanya memberikan pasokan energi, tetapi juga berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja lokal. Dari total kurang lebih 440 pekerja yang terlibat dalam operasional dan pemeliharaan PLTU, sekitar 44 persen merupakan warga asli Desa Tapian Nauli. Hal ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam memberdayakan masyarakat sekitar, dan mengurangi tingkat pengangguran di daerah tersebut.